Review Jurnal (Penyerapan Nilai-nilai Karakter Budaya Banjaran) Bagian 3

Lanjutan Ulasan Jurnal "Penyerapan Nilai-nilai Karakter Budaya Banjaran" Bagian 3 (Selesai)
5. Kurikulum dan Sistem Pembelajaran Klasik 

Poin ini memberikan gambaran tentang keunggulan Pesantren Musthafawiyah dalam pembelajaran kutub al-turath dan budaya banjaran. Sistem pembelajaran yang diterapkan di pesantren tersebut mencoba untuk mengadopsi budaya banjaran dan mengajarkan nilai-nilai kekhasan budaya tersebut kepada para santri. Namun, terdapat beberapa kelemahan dalam sistem pembelajaran tersebut, terutama dalam hal disiplin berbahasa dan metode pengajaran kitab. Meskipun demikian, dengan adanya kegiatan mudhâkarah dan pengenalan nilai-nilai budaya banjaran, Pesantren Musthafawiyah masih mampu membentuk keunggulan santri dalam hal penguasaan kutub al-turath dan komunikasi.


Dalam hal implementasi nilai-nilai budaya banjaran, penelitian tersebut menekankan pentingnya sistem pengawasan dan formalisasi aturan untuk menyadari faktor kontekstual implementasi nilai budaya banjaran. Dengan begitu, hasil dari internalisasi nilai-nilai budaya banjaran dapat diimplementasikan secara lebih efektif. Secara keseluruhan, pendahuluan tersebut memberikan gambaran yang cukup jelas tentang keunggulan dan kelemahan sistem pembelajaran di Pesantren Musthafawiyah, serta upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.


Baca sumber asli "Penyerapan Nilai-nilai Karakter..." di sini


6. Pembentuk Sikap dan Perilaku

Poin ini memberikan gambaran yang sangat detail tentang sistem pembelajaran, pengelolaan, serta nilai karakter yang dibangun di Pesantren Musthafawiyah. Selain itu, dijelaskan juga mengenai identitas santri Musthafawiyah melalui cara berpakaian yang khas, interaksi sosial yang terjadi antara penghuni banjar, serta kondisi prasarana yang ada di pesantren. Pada umumnya, pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan untuk membentuk karakter yang religius dan mandiri. Penjelasan yang diberikan dalam pendahuluan tersebut sangat relevan dengan tujuan pendidikan di pesantren. 


Dengan pembentukan karakter yang baik, pesantren dapat mempersiapkan santri untuk menghadapi kehidupan di masyarakat dengan lebih baik. Terdapat banyak nilai karakter yang dibangun di Pesantren Musthafawiyah, mulai dari kemandirian, wirausaha, kreativitas, empati, tanggung jawab, hingga toleransi. Selain itu, dijelaskan juga mengenai pentingnya praktik langsung dalam pembelajaran, seperti memasak sendiri atau mencari makanan di masyarakat. Hal ini sangat penting untuk mengajarkan keberanian dan ketahanan fisik dan mental kepada santri. 


7. Bagan Konseptual

Began konseptual mengambarkan tentang bagaimana proses internalisasi nilai-nilai karakter santri dilakukan melalui implementasi fungsi budaya banjaran, yang mencerminkan identitas, komitmen bersama, stabilitas sosial, dan perilaku individual. Penjelasan yang terperinci tentang serangkaian tahap pelaksanaan dari pemahaman hingga kebiasaan yang terbentuk memberikan pemahaman yang jelas tentang bagaimana nilai-nilai budaya banjaran diimplementasikan dalam pengembangan karakter santri.


Bagan konseptual sebagaiman yang tergambar memberikan pemahaman bahwa proses internalisasi nilai-nilai karakter santri dilakukan melalui fungsi budaya banjaran. Aspek fungsional yang dibangun oleh budaya banjaran mencerminkan identitas, perwujudan komitmen bersama, penciptaaan stabilitas sistem sosial, dan sikap/perilaku individual. Implementasi fungsi budaya banjaran dilakukan melalui serangkaian tahap yaitu: a) Tahap pemahaman “al-istifhâm”; tahap di mana santri memahami perbedaan hal baik dan hal buruk serta menyadarai konsekuensi dari hal tersebut. b)Tahap pelaksanaan “al-‘amal”; tahap di mana santri dituntut melaksanakan perilaku baik dan menghindari perilaku buruk tersebut (dalam hal ini santri perlu melalui tahap adaptasi terhadap peraturan yang dibuat). c) Tahap pembiasaan “al-âdah”; tahap di mana nilai-nilai budaya banjaran yang dilaksanakan dan menjadi kebiasaan (Agar menjadi baik santri harus dipaksa menerima hal-hal yang positif, salah satunya melalui pelaksanaan aturan). d) Tahap Kebutuhan “al-ḥâjah; tahap di mana santri melaksanaan aktivitas dengan rasa sadar dan keterpanggilan.

Kebutuhan akan ilmu dan nilai pesantren yang kemudian membentuk pribadi santri dan sebagai model pengembangan karakter santri.“Banjar adalah gambaran kesederhaan/kemiskinan. Itu pula kenapa para santri penghuni banjar juga dipanggil dengan sebutan pokir atau faqīr dalam bahasa Arabnya. Filosofi penyebutan pokir karena pada hakikatnya sebelum disebut santri, mereka adalah individu yang miskin ilmu oleh karena itu mereka pergi ke pesantren untuk memperbaiki adab, akhlak, dan menuntut ilmu.


Selain itu, poin temuan ini juga menyajikan pendapat dari para ahli dan tokoh terkait penggunaan sebutan "pokir" untuk santri dan filosofi di baliknya. Hal ini memberikan gambaran yang menarik tentang bagaimana budaya banjaran memengaruhi pengembangan karakter santri. Terakhir, uraian ini juga menampilkan hasil penelitian yang menunjukkan beberapa karakter yang terbentuk melalui internalisasi nilai budaya banjaran, yaitu karakter religiositas, kemandirian, kreativitas inovatif, semangat kewirausahaan, keterampilan komunikasi, kompetensi bermasyarakat, kebebasan dan keberanian, ketahanan fisik dan mental, sikap moderat, rasa toleransi, dan ukhuwah Islamiyah. Hal ini memberikan bukti konkret tentang efektivitas implementasi nilai budaya banjaran dalam pengembangan karakter santri. 


KESIMPULAN

Penelitian tentang internalisasi budaya banjaran dalam membentuk karakter santri Musthafawiyah Purbabaru memberikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa internalisasi nilai budaya banjaran memiliki dampak positif dalam membentuk sikap dan karakter santri, seperti kemandirian, kreativitas, motivasi kewirausahaan, dan religiositas. Selain itu, artikel ini juga membahas bagaimana konsep budaya banjaran dapat diimplementasikan dalam program pendidikan formal dan organisasi santri untuk meningkatkan kepemimpinan, administrasi, religiositas, dan kedisiplinan.


Secara keseluruhan, artikel ini memberikan pemahaman yang cukup baik tentang bagaimana internalisasi budaya banjaran dapat membentuk karakter santri Musthafawiyah Purbabaru dan dampak positif yang dimilikinya. Namun, artikel ini mungkin dapat lebih baik jika dilengkapi dengan beberapa contoh nyata yang memperlihatkan bagaimana nilai-nilai budaya banjaran diimplementasikan dalam program pendidikan formal dan organisasi santri. Hal ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami bagaimana konsep budaya banjaran dapat diterapkan dalam konteks pendidikan dan kehidupan sehari-hari. (admin@rpenta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar